Hello!
Semalem gue nangis sesenggukan karena terharu bejir😂 Terus, gue sibuk wasapin orang-orang yang menurut gue harus gue ucapin terima kasih.
Karena itu, gue gak bisa lanjutin ngeblog dan memutuskan untuk hari ini aja ngelanjutin part 2 dari postingan sebelumnya.
Well, cuti dua hari ini sangat bermakna. Gue lama banget gak nanya diri gue sendiri karena selalu sibuk mencukupi diri di hal lainnya, terutama di masalah keuangan.
Let me tell you about my story...
Setiap Orang dan Masanya
Di usia menjelang 30, gue baru belajar kalau ada loh, namanya arti kehilangan karena udah abis masanya—dan bukan karena alasan-alasan logis terkadang—tapi yaudah. Gak deket lagi dan kayak gabisa lagi.
Ini sebenernya udah sering terjadi di hidup kita, termasuk gue. Kayak dulu punya sahabat dari SD, pas beda SMP.. lost contact. Punya sahabat cowok yang dia nangis-nangis patah hati aja ke gue. Begitu udah punya cewek dan ada juga yang udah balikan, lost contact. Dan masih banyak lagi.
Dan berhentinya kita dekat, rata-rata juga bukan karena pertikaian. Tiba-tiba udahan ajah. Diem, hidup dan sibuk sendiri-sendiri. Tapi kalau disapa, ya ngobrol lagi sebelum pergi lagi.
Salah satu kehilangan yang paling signifikan dampaknya, of course waktu gue putus. Patah hati pertama dari pacar pertama. Back to my ex story, di mana gue ngerasa kami udah mengupayakan banyak hal dengan versi terbaik yang kami bisa, hanya untuk bertahan.
Pada akhirnya, mau sebaik apapun kita usahakan, kalau udah waktunya abis, yaudah.. abis.
Bahkan, dulu... beberapa saat setelah kami putus gue masih berkeyakinan gue akan bersama dia lagi. Tapi, kalau ditanya lagi sekarang. "What if someday he ask you for one more time?" I definitely say no.
Pada akhirnya... semakin lama kita hidup di dunia ini, maka akan semakin banyak kita belajar soal pertemuan dan kepergian.
Gue belajar bahwa setiap orang bisa menjanjikan akan mengupayakan untuk menyayangi seseorang yang berarti untuk hidup mereka. Ke orang tua, ke adik, kakak, sahabat, your lover, temen kerja, and more.
Tapi yang gak pernah bener-bener bisa kita pegang adalah, "FOR HOW LONG?" Karena cuma Tuhan yang megang kendali.
Ternyata.. kata "Aku akan menyayangimu sepanjang hidupku." bukan berarti sampai kita mati.. tapi soal sepanjang masa kita dengan orang tersebut.
Karena itu ada istilah people come and go. Dan meskipun ini pahit, kita harus terus belajar di salah satu life lesson kampret ini😖
That is why... sepertinya, gue akan belajar menikmati dan menghargai setiap detik masa-masa ini bersama orang-orang. Sebelum nanti akhirnya gue atau orang lain yang diputuskan Tuhan untuk udahan.
I will treat them better, love them bigger, hug them tigher, smiling together.. greeting them with my clingy morning.
I will enjoy every single time that God gives to me.
And it's not only for them, but also me.
Karena kebaikan akan tinggal, meskipun hidup lu gak bertahan lama.
Satu hal lagi.
Jangan minta orang pergi dari lu ketika mereka lagi berjuang buat lu, tapi jangan pernah memaksa mereka tinggal kalau mereka mau pergi.
I will respect them and myself as much as i can. Until its end.
Berani Hidup Sendiri dan Terbiasa Merasa Sendiri
Dulu, selama gue pacaran (anjir sori bukannya gue gamon, tapi emang ini yang paling relate woi😂😂), chat gue jarang sepi. Tiap pagi minimal ada ex gue yang nyapa pagi gue sampai sebelum tidur. Kalau ada apa-apa, gue ada orang yang bisa ditanyain pendapat.
Atau karena gue masih punya orang tua lengkap dan mereka mampu, gue merasa kalau ada apa-apa, ada yang siap 'ngebackup' gue (meskipun gue lebih banyak tidak menggunakan privilege mereka).
Sampai akhirnya ada di titik di mana gue ngerasa dunia tetap rame banget, makin rame kadang. Tapi gue ngerasa sendirian.
I mean, gue sebetulnya dari sononya udah diciptakan Tuhan lebih suka kemana-mana sendiri. Selama kuliah misalnya, gue sering jalan sendiri, nonton sendiri, makan sendiri dkk. Tapi, ketika gue dihadapkan situasi di mana "Ini beneran lu harus sendiri lagi. Elu udah dewasa pulak, harus lebih mandiri."
I swear but it was so scary.
Sampai akhirnya, gue belajar lebih berani dan punya mindset, "Oh, ternyata, kesendirian itu gak semenakutkan itu. Masih bisa dijalani. Tenang aja."
Pada akhirnya, sekarang gue menyikapi kesendirian dengan cara wajar. Peluk diri secukupnya, hibur diri semampunya, dan kembali ke reality.
Emang bener kata Babab, "Makin gede kita, makin banyak kita ngomong yaudahlah gimana lagi?"
Bahwa Setiap Orang akan Berubah, dan Itu Nggak Papa..
Ini adalah life lesson yang gue temukan pagi ini banget. Ada seorang konten kreator yang cerita dia menikahi istrinya karena sifat idaman yang dia temukan di diri wanita ini.
Tapi dia kaget, karena setelah 4 tahun pernikahan, dia merasa kayak 'telah menikahi 6 orang yang berbeda, padahal tetap satu.' Mulai mempertanyakan, "Kok dia yang dulu beda ama sekarang?"
Di tahun pertama, istrinya pendiem dan lebih suka di rumah. Sosok yang penurut.
Di tahun kedua (mereka udah menikah ceritanya), ternyata istrinya mulai jadi orang yang bawel dan baru keliatan cerewetnya.
Di tahun ketiga dan keempat, mereka udah punya anak. Istrinya jadi agak resek dan gampang marah. Mungkin karena penyesuaian diri menjadi ibu.
Di tahun kelima, istrinya lagi mode bucin ke si konten kreator. Mereka jadi ngerasa makin deket dan di fase honeymoon phase.
Kemudian di tahun keenam, istrinya yang udah bucin tetiba jadi rada avoidant. Lebih diem, gak suka ngegombal lagi, dsb.
And you know what? Di akhir video, si konten kreator masih bilang, "Gue masih cinta banget ama istri gue. Meskipun gue udah ngeliat 6 sisi dia yang sangat berbeda."
That's it. Kita adalah satu orang, tetapi terbentuk dari berbagai situasi dan bertemu juga dengan banyak orang. Jadi, perubahan adalah hal yang wajar.
(Biarpun menurut gue, tidak semua perubahan harus dinormalisasi ya. Kalau lu tadinya jadi sahabat yang baik terus tetiba berkhianat, ya jangan. Tinggal kita ngukurnya aja gimana perubahan ini bisa diterima).
Dan, kita perlu lebih peka untuk tahu, siapa aja yang udah melihat berbagai sisi kita ini (bahkan jikalau belum semua keliatan), tetapi mereka enggak pergi. Mereka menyayangi kita apa adanya.
Selain papa mama lu, adik kakak lu, nenek lu, siapa lagi?
Hargai mereka, ya...
Berpikir Luas, Bukan Cuma Soal yang Umum
Ini adalah bahan diskusi gue sama emak gue kemarin. Ceritanya, ada temennya yang bingung karena anaknya dia baby blues. Padahal ini anak keempat dan semua kelahiran dia ngalami baby blues yang katanya cukup parah.
Yang bikin lebih 'bingung' mereka, si mbak ini dari keluarga yang kaya raya. Masing-masing satu anaknya dipegang satu baby sitter. Suaminya setia juga. Intinya si embak tinggal bernapas, cantik, dan berkarier (menurut keterangan yang bersangkutan).
Jadi, kenapa tetep bebiblus? Padahal fasilitas lengkap, duit ada.. masa gak bersyukur? gitulah intinya.
Gue yang denger cuma manggut-manggut dan bilang, "Yah, Tuhan kan adil bagi jatah masalah. Kalau bebiblus cuma berlaku di orang kekurangan, kasian dong. Bebiblus itu kan faktornya banyak dan gak semua bisa dijelaskan. Kita kadang gapaham."
Berpikir luas... banyak disalahartikan dengan berpikir secara umum.
Menurut gue, yang berlaku di umum belum tentu bener atau salah, karena biasanya diambil dari yang rata-rata terjadi.
"Ah lu mah enak. Udah pinter, pasti sukses gedenya."
"Lu kaya, beli apa aja bisa."
"Lu cantik, jodo mah bisa dicari."
"Lu udah kerja, belom nikah, duit buat elu sendiri."
Dan masih banyak lagi.
Padahal, balik lagi, Tuhan nyiptain kondisi tiap orang beda-beda. Ada yang diuji dari A, B, C, sampe X. Udah kita disuruh kuat ngehadapi masalah masing-masing, lah ada orang petantang-petenteng mempertanyakan elu kenapa ini itu, kan gak enak wkwkwk.
Gak ada yang menuntut kita untuk memahami orang lain. Dan jangan menuntut orang memahami kita. Secukupnya aja pokoknya. Kalau ada yang paham, ya syukur. Kalau kita paham, ya bagus juga. Yaudah gitu aja.
Berpikir luas menciptakan kelegaan karena keluasan hati dan pikiran. Menerima bahwa apa yang kita ketahui baru sekecil itu, jadi sebisa mungkin ngerem untuk pengen tahu kecuali dikasih akses.
That's all!
0 comments:
Post a Comment