Thursday 29 August 2019

Suratku di Bulan yang Akan Pergi

Bersamaan dengan bulan baru yang hampir di ujung penghabisan..

Jemari kerdilku menari kembali, mengetuk-ngetuk keyboard baruku yang kini berwarna kelabu
Lagi-lagi 'penyakit lamaku' kambuh tak tahu malu
Diam-diam menyesap rasa dengki yang tidak berkesudahan

Aku lebih menyukai pahitnya kopi sekarang

Cenderung bermimpi sambil memandang langit yang sama dan membosankan
Berandai jika birunya pagi yang kulihat besok akan berbeda dari yang sekarang
Aku marah dengan diriku sendiri
Tak pernah lelah hidup tanpa kepastian apapun
Bisa-bisanya aku menyesali sekarang

Aku hanya memandangi kesempatanku pergi dalam kotak kelabu baruku
Dimanakah rizki Tuhan yang telah dijanjikan Nya?
Aku menangis terdiam lagi

Aku mulai membuka lembar baru lagi
Memberanikan diri untuk bertemu kembali dengan lakon-lakon lawasku
Memasang lagi topengku dan menambah ketebalannya
Memastikan tak akan bocor layaknya perahu yang akan menenggelamkan penumpangnya
Aku bertindak sesuka hati, tertawa dalam getir

Anehnya, aku merasa bangkit lagi
Meragukan pergulatan dalam otakku yang kecil
Kurangkah aku mensyukuri kasih sayang Tuhan saat ini?

Mereka memandangiku dengan takjub
Seolah kecerdasanku tertimbun selama ini, seolah keberuntungan menjadi sahabat karibku
Aku tersenyum kecut dan membuang muka


Bersamaan dengan bulan baru yang hampir di ujung penghabisan..

Aku kehilangan pegangan untuk kuat berdiri
Aku hidup dengan ladang harapan yang mengering
Hidupku habis dengan pengharapan untuk pergi

Tuhan, aku ingin mencintai diriku lagi
Bersamaan dengan bulan baru yang akan menjadi bulan lahirku kembali

Aku ingin beristirahat dengan rasa yang kurindukan
Tanpa seorang pun bersusah payah memperbaiki diriku yang rusak ini
Aku ingin kembali menjadi air biru yang jernih, yang tenang menghanyutkan pesan
Aku ingin menyambut hujan kesukaanku dengan semerbak atsiri yang baru
Bisakah Tuhan?

Doaku kini hanyalah berucap "Tiada yang mampu kecuali Mu.."

Tuhan bangkitkan satu debu tak berarti ini
Dalam dekapan Mu yang terasa begitu nyata
Akukah yang bodoh Tuhan, buta dan tuli akan bagaimana kuasa Mu akan menuntunku



Aku menyesap kopiku yang sepahit hidupku sekarang

Tersenyum hambar pada tokoh-tokoh dalam hidupku sekarang
Yang kini telah berjemari dua tangan..
Yang kini telah membesarkan miniatur mereka dalam kehangatan
Yang sibuk mengilustrasi dirinya menjadi makhluk yang berbahagia
Yang bercerita tentang mimpi-mimpi yang dipanjat satu persatu

Yang secara tiba-tiba memandangku dan bertanya, "Bagaimana kamu sekarang?"
Aku cekikikan dan berkata riang, "Ah pekerjaanku membosankan tapi aku menyukainya."

Di saat yang sama alter egoku menikam dari belakang
"Bohong pecundang! Di bagian mana kamu suka dengan itu semua?"

Aku melengking semakin keras, menekan tikaman dengan bersusah payah
"Aku bahagia dapat melakukan yang sudah lama aku impikan.."

Aku kehabisan napas dan mati sekali lagi


Bersamaan dengan bulan baru yang hampir di ujung penghabisan..

Aku tumbuh menjadi matahari yang penyendiri
Seolah Ia menerangi tapi tersengat sinarnya sendiri

Aku mengadu kembali kepada Tuhan, dan hanyalah Tuhan seorang
Menyayat kulitku sembunyi-sembunyi
Bersenandung gila dalam musik klasik kesukaanku yang kini terasa memuakkan

Mataku melebar, tapi tidak dengan cahayanya
Aku semakin kelam
Membenci setiap pertolongan yang diberikan

Hingga seseorang mengulurkan tangannya dan berkata berulang-ulang
"Tidakkah kamu bosan menyakiti akalmu sekarang?"

Aku menyeringai dengan pisau di tangan
"Pergi dan jangan lagi berurusan denganku!"

Ia tak berhenti mengulurkan tangannya dan berkata berulang-ulang
"Tidakkah kamu bosan menyakiti akalmu sekarang?"

Baju indahnya berkibar seperti Putra Arthur dalam versi perempuan
Aku tercenung dalam satu lembar usang yang lama kutulis dulu
'Dia akan menjadi orang penting dalam hidupmu..' tulisku di sana

Ia kembali lagi, menawarkan tempat yang tidak pernah aku singgahi
"Berjalanlah bersamaku, nanti sulitmu akan ringan dilewati."

Kali ini pisauku jatuh dalam tanah yang retak

Dia tahu, dalam diriku bersemayam potensi jahat yang menakutkan
Ia ketakutan saat berdua denganku
Tapi begitulah jelmaan Putra Arthur ini, kuat tak mau pergi

Katanya lagi, "Meski nanti jemariku tidak lagi sendiri, tapi kamu tetap akan berdiri di sana.."
"Dimana?"
"Di tempat aku menempatkan dirimu setinggi ini.."


Kepada rasa kelam dan pahitnya jalan yang sedang kujalani..
Kuterima tantanganmu dengan berani
 
Catatan Lebay Seorang Dugong Blogger Template by Ipietoon Blogger Template