Friday 18 December 2020
Laksamana Bulan
Monday 14 December 2020
Dugong Curcol
Fiuh, finally bisa nulis di sini lagi. Tadinya gue panik karena blog sama sekali nggak bisa dibuka. Bahkan gue browser ke google aja juga tetep nggak mempan. Gue udah panic to the max kalau-kalau ini blog diretas orang.๐ช๐ช Tentunya ditemani hujan rintik-rintik favorit dan lagu-lagu mellow (saat ini yang keputar adalah Reflection-nya Disney Mulan) , gue pengen ngobrol sama kalian semuanya.
Dua hari lalu, gue ketemuan sama salah satu temen deket pas SMP. Gue pikir ini orang kenapa yah tetiba ngajak ketemuan yang kayaknya serius banget? Dan feeling ge terjawab ketika dia bilang lagi taaruf ama orang dan minta pendapat gue.
Dari sana, gue lagi-lagi kesentil dengan fakta bahwa gue sedang dalam masanya membicarakan about marriage bukanlah hal yang tabu, sok dewasa, ataupun kejauhan. Justru aneh dan nampak idealis kalo gue yang belum orientasi 'ke sana' koar-koar bilang, "Ahelah gue mah belom pengen.."
Ada dua hal yang selalu gue tanyakan kepada mereka yang akhirnya memutuskan untuk taken by someone.
1. "Apa yang bikin elu yakin this is the right time to do?"
Kebanyakan dari teman-teman gue akan jawab sesimpel, "Gue udah siap." Kesiapan setiap orang dalam melangkah ke sini bisa beda-beda sih. Siap secara mental, siap karena udah ada calon, sampai yang paling ngaco kayak mumpung pandemi nikah murah๐๐๐ Hidup di lingkungan yang relijius, biasanya temen gue pada memilih taaruf sebagai jalan ninja menggapai jodoh. Beberapa diantaranya sebetulnya nggak ingin nikah dulu, tapi karena dihadapkan 'proses' yang jauh lebih cepat dari yang dia duga, kemudian ketemu si cowok dan cucok meong, menikahlah mereka.
Terus terang, untuk step satu ini sepertinya tidak akan gue ambil. Bagi gue akan lebih nyaman menikahi orang yang memang gue kenal dari cycle sosial (meskipun ya taaruf bisa juga kan dari sini). Hanya aja tetep gimana gitulah kalau pake proses taaruf tuh. Sepertinya, mereka yang memilih jalan ini, sedikit banyak memiliki karakter yang sama, terutama di bagian 'ideologi'nya. Of course, siapa yang enggak pengen punya jodoh yang baik? But, it just doesn't fit on me and my world is too different from that.
Belakangan, gue berpikir mungkin bertemu jodoh seperti surprise juga lebih menyenangkan. Tahu kan? Kayak menikahi seseorang yang lu kagumi dari masa lalu, atau ketemu pelajar bule ganteng di toko buku, nikah ama artis terkenal, sampai nggak sengaja nabrak orang yang ternyata bakalan jadi our future, etc. halu bet๐ ๐
Terus apa yang membuat gue tidak segera menikah? Hmm.. lebih tepatnya adalah i need to deal with myself first. Gue merasa belum clear dengan diri sendiri, belum dewasa, dan kemungkinan terbesar adalah memang belum siap secara apapun. Seorang temen gue bilang, "Jodoh itu datang bisa kapan saja, enggak melihat lu siap apa belom karena selamanya orang nggak bisa beneran dibilang siap 100%."
Ini ada benernya, tetapi let's we talk in reality. My salary is not enough even for me, so I wont hurt my husband if someday i push him without realizing it. I am still fatty and i keep trying everything to deal with it, and I wont my husband says I am ugly when I knew he is right. Dan masih banyak kekhawatiran gue, again.. sebagai makhluk berenang yang biasa. Boleh dong gue takut dan cemas sana-sini? Kan gue manusia dengan segala keterbatasan yang ada. Asalkan gue tetep on path enggak jauh dari Tuhan, gue rasa berkeluh kesah sama Allah sampai gue puas curhatnya enggak apa-apa. Kalau kata Ibu, apa-apa mah Allah aja, kalau nggak bisa ke Allah lagi, kalau sedih ke Allah, semuanya pokoknya Allah, entar biar Allah mampukan atau ambil alih.
I just want to love myself first.. Be the new Me.
Pernikahan akan menjadi bad idea for this time. Setidaknya dalam otak gue as human.
2. "Hmm.. bagaimana tentang finansial, adakah elu ketakutan nggak bisa maksimal?"
Mau enggak mau gue akan sampai pada pertanyaan ini. Again, most of time temen gue bakal ngejawab, "Nggak masalah, rejeki bisa dicari." Yep, ini sangatlah benar. Tapi lagi-lagi, gue merasa akan lebih safe kalau ada perencanaan dalam hal ini.
Gue dan adek bungsu gue dididik dalam era yang berbeda, dan parenting yang lain juga. Saat gue lahir, bapak gue lagi merintis karirnya dalam dunia wartawan. Ortu gue Long Distance Marriage antara Yogyakarta-Jakarta. Ibu gue pernah cerita betapa susahnya dulu hidup meski untuk makan. Kami bahkan pernah tinggal di rumah sewa murah tapi ternyata angker yang bikin gue teriak tiap maghrib karena digangguin. Once, my mom was hit me because i drop our very last meal that day. Gue masih tiga tahun, jalan berduyut-duyut. Ibu gue yang masih muda ngegandeng gue di tangan kiri, bawa payung di tangan kanan sambil gendong adek cewek gue yang gendut banget. Sore itu hujan deras dan guelah pembawa rantang makanan yang barusan kita beli di tetangga sebelah. Rantang itu panas dan selalu nyenggol paha gue sampai akhirnya nggak kerasa tumpah di jalan. Sampai rumah Ibu gue cuma bisa nangis dan gue masih nggak paham apa yang terjadi.
Adek bungsu gue lahir dalam kondisi perekonomian yang sangat baik dan terutama Ibu sudah lebih siap. Sekarang dia sudah remaja dan bisa dibilang jauh lebih cerdas ketimbang dua kakaknya. Dia ngerti cara manaj uang, berpikir maju, cenderung lebih sensitif, suka berbagi, dan kaya akan kondisi di sekitarnya. Intinya dia bisa sangat survive.
Mungkin gue nampak bertele-tele, tapi intinya adalah I wont to raise my kiddos when i am in week situation. Gue tidak ingin mendidik mereka dengan bilang, "Nak, jangan beli mainan itu dulu, ibu belum ada uang." which i was. Gue ingin banget suatu saat nanti hanya bilang, "Yes we have money for that, but think about this! You still have more than that. Maybe you can share it first to poor kiddos and then we can buy it if you still want."
Jujur, bicara seperti ini gue merasa bersalah dengan teman-teman yang bilang rejeki sudah ada yang atur. Memang Allah always know the best for us.. namun gue sebagai manusia hanya ingin berusaha lebih siap. Gue tidak mengharapkan seseorang yang sudah mapan seandainya belum. Tidak pula harus udah punya ini itu. Tapi gue berharap dia tahu dan sadar bahwa kalau ini clear, paling enggak kita bisa lebih sehat secara hal lainnya juga.
Pada akhirnya, larinya ke Allah juga. Kalau aja Allah bolehin gue di posisi yang lebih siap..
Gue sedang belajar dan bertumbuh, mencari apa yang sebetulnya betul-betul gue mau dan ingin diwujudkan. Masih terngiang-ngiang kalimat Aoi dalam benak gue, "Be patient with urself, and put your mind at ease." Gue percaya, Tuhan tuh ngerti banget apa yang paling tepat buat apapun dan siapapun. Jangan sampai keluar kalimat gue enggak layak karena Allah bisa aja memantaskan buat kita.
Aa Gym pernah ngomong, "Berprasangka Allah nggak ngasih ampunan sama dosa kita itu nggak baik. Karena Allah itu Maha Pemaaf. Minta aja, tobat, istighfar, Allah selalu dengar. " while Deny Sumargo juga ngomong dalam youtube-nya, "Manusia suka bertindak seakan Tuhan, sulit memaafkan diri dan memaafkan orang lain. Padahal Tuhan aja pemaaf banget."
Oiya, gue jadi inget momen ini, dimana gue lagi nge down banget (iya lagi-lagi gue ngedown. Emang yah proses pendewasaan tuh sakitnya bukan main). Pas gue sholat, gue nangis sejadi-jadinya dan cuma minta satu hal, gue diberi petunjuk jadi orang yang jauh lebih baik. Nggak main-main, gue lebih ke nodong Allah daripada memelas๐๐
"Kenapa sih ya Allah, aku tuh capek hidup kayak gini. Aku kurang apa? Kasih tau! Layakin! Aku capek hidup kayak gini! Ya Allah, plis lah, aku ditolong. Aku minta maaf dosaku banyak. Kalau rejekiku habis, kan seharusnya aku mati. Kenapa masih hidup? Seharusnya berarti rejeki ku ada, turunkan dong! Ya Allah aku mau jadi orang lebih baik. "
Kira-kira seperti itu curcol gue waktu itu. Btw emang cara gue berdoa kayak gitu, gue ngerasa biar deket sama Allah layaknya sahabat sendiri.
Dan malemnya gue mimpi sesuatu. Ceritanya gue kayak lagi di sekolah tahfidz gitu, tempatnya di tengah perkebunan, ladang, sawah, apapun itulah. Disitu gue ceritanya kayak nunggu setoran hafalan sambil gendong bayi cowok yang ganteng banget. Wajahnya lucu, badannya gemuk sehat, kulitnya putih bersih, suka ketawa. Tapi setiap digendong orang lain dia bakal nangis jerit-jerit. Akhirnya ini bayi-yang-entah-siapa-bapak-ibunya gue bawa kemana-mana. Kemudian tibalah saatnya gue harus maju hafalan.
Entah kenapa, seorang cowok datang ngehampiri gue untuk gendong itu bayi. (Btw gue sangat mengenal cowok ini karena dia yang hampir selalu jadi lakon utama yang gue ceritakan di blog ini ๐๐). Ajaibnya, bayi ini diem nggak nangis lagi, justru tenang banget di gendongan dia. Serem nggak?
Terus gue buru-buru ke ustadzah gue untuk setoran. Cowo itu ada di sebelah gue, masih dengan bayi ini. Namanya mimpi ya, alurnya nggak terlalu jelas. Yang pasti, ada satu ayat yang selalu diulang-ulang ustadzah gue, dengan kode 88:9. Gue langsung kebangun dan mendapati gue masih di kasur. Jujur gue deg-deg an banget dan badan gue sampe bergetar saking merindingnya.
Setelah gue udah lumayan sadar, gue segera nyari Al Quran (atau search on google, gue lupa), dan ternyata ayat inilah yang ada di mimpi gue..
ِูุณَุนَِْููุง ุฑَุงุถَِูุฉٌ
“Mereka senang karena usahanya (sendiri)”
QS. Al Ghasiyah:9
Saat masih di dunia mereka beramal shalih, mereka shalat, berpuasa, membayar zakat, berhaji, mereka membaca Al-Quran, mereka menjaga diri dari hal-hal yang haram, sehingga di akherat Allah menampakkan balasan-Nya dan mereka ridha dengan balasan tersebut.(https://firanda.com/3640-tafsir-surat-al-ghasyiyah-tafsir-juz-amma.html )
Lu merinding nggak? Sama, gue juga๐๐๐ Mungkin sejak itulah gue belajar agama lebih rajin. Kalo dulu males baca buku fiqih, siroh nabi, dengerin ceramah, sekarang udah lumayan keren lah dibandingkan kemarenan wkwkwk. Kajian yang gue paling sering denger dan favorit adalah Aa Gym (biar hati adem), Dr Zakir Naik (karena dia sering jelasin tentang sains dan teknologi dalam islam. Gue dengerin beliau juga karena temen bule banyak yang belum kenal islam dan sering nanya ke gue ini itu), Syeikh Abderrouf Ben Halima (ruqyah jin), dan yang baru-baru ini adalah Ust Khalid Bassalamah.
Hei gue versi 5 tahun besok yang mungkin baca ini dan udah gendong anak! Lihat nih gue lagi berupaya biar kita bahagia besok!
Tuesday 24 November 2020
Poppy is a dog
We found him near the forest
His body has a lot of scar
Maybe he had fight with others
His eyes was bleeding
But Poppy was okay
Poppy is a dog
We operated him about 3 hours with me as the surgeon
He opened his eyes after i call him "Poppy wakey.."
Why his name is Poppy?
He likes to pop up and surprising people
He likes pop up books
He will barking after "Poperanian song" plays
He always sleep near pop star picture in my room
Poppy is a dog
Everbody loves Poppy
He will approach our patients in our clinic
He is so attractive
All people, except me..
Poppy is a dog
And that is why i dont like him
I am a veteranian
But dog is not my favorite
When i was child, a giant dog bite me
So why i am here now?
I do not know
Poppy is a dog
My friend says, "He likes you, doc!"
But i never want him to touch me
He always play around near me
He sometimes eats my popcorn
Oh Poppy, stop!
You will never get my attention
Poppy is a dog
He likes me but i do not like him
My friend says, "He knew who did save his life!"
But i never want him to say thankyou
I am a veteranian
And dog is not my favorite
Today is raining
I run to the clinic
But someone almost hit me with his car
.........
Poppy is a dog
He likes to pop up and surprising people
He likes me as his life saver
Now he is save my life
Poppy is a dog
Now i like him
But he will never pop up anymore
Kelly
I saw Kelly was alone
Smiling on the trees, with a rose on her hand
She was so beautiful as always
She tied her black hair
Wearing hanbook with pretty colors for her skin
I knew she likes the color, it's sky blue
I never asked her why, i just saw her away
I saw Kelly was alone
But now her eyes full of tears
She throw away the rose
I never asked her why, i just saw her away
I love Kelly
I love her crescent eyes
Her voice is whispering like wind blow
Kelly is a shy girl
We never talk
Kelly never see my eyes
Kelly never knews i love her
I never mind
I saw Kelly was alone
Singing a folk song
She had bread crumbs in her hand
The birds was coming to eats
Today, Kelly is not alone
I saw Kelly was alone
Until someone comes and makes her laughing
He is so perfect for her
I saw Kelly kissed him
I saw the man hurted Kelly
But Kelly was happy
10 years later,
I see Kelly still alone
She is crying on her back
She is screaming a name
I never ask her why, i just see her away
I love Kelly
But i am just a stone
A witch curse me to be one
Today, i will never see Kelly anymore
But she is on my shoulder now..
She is sleep here peacefully
Thursday 18 June 2020
Another Milestone of Me
Tuesday 9 June 2020
SELF DEPRICATING HUMOR
Sunday 12 April 2020
what I Learned From Past II (12-17 years old)
Friday 10 April 2020
What I learned From Past I (0-12 years old)
Saturday 4 April 2020
A Journal in Corona days
Tuesday 25 February 2020
Dugong yang sombong kini telah insyaf
Monday 24 February 2020
Buntut
Saturday 22 February 2020
Aku, angin, dan secangkir kopi
2019.. What I learned from the worst
Mbak Rifa bilang, "Karena kadang hidup itu tidak perlu rencana.." dan gue mengangguk paham.
Kalimat ini benar, hanya saja cuma satu hal yang memang gue tidak rencanakan tapi terwujud, dikasih sama Tuhan.. yaitu teman.
Rasanya berat banget untuk menulis ini semua, karena jujur ini emang berat banget untuk gue. Belum-belum mata gue yang berbentuk padat mencair kayak es krim.
Tapi gue harus menulis ini, gue harus paksa. Suatu saat gue ingin kembali membuka memori ini, biar rasa sakit yang terkenang dalam tulisan ini bisa gue baca lagi, semoga dengan hati yang berbeda.. hati yang bahagia.
2019, gue memulai tahun ini dengan rasa ketakutan luar biasa entah kenapa. Gue gaktau, apakah mungkin karena pressure kerjaan gue di sebuah media massa, ataukah pressure untuk meminta lebih banyak, mengharap lebih banyak atau bagaimana. Saat itu yang satu-satunya harapan yang gue tulis hanyalah "Be Brave, Be Better Me." Saat itu gue berpikir, mungkin kalau di planning secara runtut malah gak terwujud, kenapa gak nekat aja kayak kemaren-kemaren? Modal nekat itu bisa mengantarkan elu les di Jakarta kan? Hidup sendiri di ibukota? Modal nekat itu yang menguatkan elu kan waktu keluar dari UNS? Elu nekat makanya lomba ke Malaysia pas SMA padahal bahasa inggris badut aja lu tulis badut? Nekat juga yang bikin elu santuy ngejalanin masa kuliah, lulus cepet, jadi mahasiswa terbaik, dan exchange ke luar negeri.
Jujur, kesombongan inilah yang meracuni hidup gue selama tahun 2019. Modal nekat = pelarian untuk kalimat "takut mewujudkan mimpi."
Maka gue menjalani hari demi hari dengan harapan besok akan ada kabar baik, besok akan lebih bagus, lebih cerah dsb. Gue lupa, bahwa Tuhan memang sih mendengar doa kita, masalahnya yang berdoa sama kerasnya dengan gue dan disertai berjuanglah bedanya. Gue tidak berjuang apapun.. apapun.
Gue hanya berharap dengan doa gue saja gue diberi emas lima kilo. Dimana itu menjadi gerbang kehancuran gue yang baru... Buka tutup lubang yang baru.