Kemarin, gue social drained banget. I might set too high expectation about the event i was attended.
No, it wasn't about the event actually, maybe it was me.
I always define me as a person who really like an art. Since i was kid, my parents sent me to an art class. Waktu itu, guru les melukis ini cukup ternama di kota gue. Banyak jebolannya yang jadi bocah pelukis kece yang sering wara-wiri di perlombaan. Makanya dulu tiap gue lomba melukis, ya ketemunya itu-itu aja.
Gue juga joined ekskul ngelukis waktu SD dan di masa itu, hampir semua media gambar gue udah jajal. Kaos, kertas, kanvas, sampe kaca dengan beraneka macam cat air.
Waktu SMP, gue beralih ke les musik. Gue sempet belajar piano ama biola meskipun kagak ada yang jadi. Gue juga menikmati acara musik, tarian, dan 'sedikit' galeri seni, karena dulu juga gue pernah ikut pameran lukis.
In a short way, i would say i enjoyed them all. I love the process and still do. Jadi, gue selalu ngerasa gue sangat mencintai seni meskipun ga passionate di situ.
So yesterday was my first time ever to attended an annual contemporary art exhibition. This one is so popular actually. Gue ngeliat banyak banget pengunjung pada datang termasuk internasional, diliput media, sampai para artis emak kota juga ada.
Gue masuk sebagai tamu undangan buat liputan. Tamu undangannya aja udah sebanyak itu nyet. Pas gue pulang, motor dan mobil bejibun banget sumpah.
Awalnya gue excited, bakal sekeren apa? Gue gapernah dateng ke acara ginian, bahkan semasa kuliah (di mana event ini diadakan satu kota sama tempat gue kuliah).
Lah, ternyata gue kaget setengah mampus karena ga menemukan hal yang berkesan buat gue bejir๐ญ
Waktu opening, gue ngedengerin seorang sutradara nasional terkenal pidato panjang banget kayak mau orasi partai๐ Terus waktu beliau mengepalkan tangan ke udara dengan jari kelingking, jari telunjuk, dan jempol sambil neriakin "LOVE (NYEBUTIN NAMA ACARA)" semua mengikuti dengan antusias.
Gue yang udah gak fokus malah teriak "METAL.. METAAL.." karena emang itu kan simbol jari orang metal dan rock n'roll.
Temen gue yang ikut acara langsung mukul gue, "Woi salah cok, salah cok!" kata dia.
For the first time we entered the first room, it was okay. Ada sebuah ruangan dengan akar pohon yang melayang dan itu ga cuma satu, tapi banyak. It feels like kita di bawah tanah dan ngeliatin akar pohon yang ditata sedemikian biar jadi ornamen atap yang estetik.
Okelah gue pikir..
Terus kami maju ke ruangan lain yang antre-nya padat banget. Gue denger dari luar, ini adalah short video yang sepertinya dimainkan oleh seorang artis emak kota yang tadi gue liput.
I was so excited.....
Sampe hah hoh. Intinya, video ini kayak jadi refleksi dia selama 20 tahun bekerja di dunia seni. MASALAHNYA, GUE GAPAHAM SAMA SEKALI BAGUSNYA DI MANA.
Film itu nge-shoot berkali-kali bagian tubuh si artis yang kayaknya emang dibuat cuma pake sempak dan sangat-sangat micro jadi keliatan pori-porinya sampai bulu badannya. Cuma pusing banget bejir demi apapun.
Gue liat wajah orang sekeliling gue dalam kegelapan itu. Mereka kebanyakan pada terpaku yang sampe ๐ฆ๐ฎ๐ฏ Meanwhile gue dengan segala komuknya cuma bisa nahan ketawa sepanjang film.
Dalam hati gue,
"Ini film apaan sih puting semua woi." Karena kamera emang berkali-kali nampilin bagian atas badan si aktor.
"Aduh, jangan ke bawah-bawah ngambil gambarnya." Gue udah khawatir setengah mampus kalau-kalau si kameramen khilaf nge-shoot bagian sempak si artis dan ketika di-preview sutradara, mereka malah ngeliat itu adalah bagian dari seni๐
Dan akhirnya, selama lebih dari 60 menit ke depan, gue yang udah mulai pusing tetap memaksakan diri untuk ikut karena berharap ada karya seni yang gue bener-bener sukai. With all my respect, maaf banget gue emang kayaknya gak berjiwa seni๐๐
Gue heran apa menariknya dari selang yang dibentuk kayak ember? Atau kenapa ada kalender jaman dulu yang dipasang di teralis, terus mau jadi apa gitu?
Belom lagi, gue merasa failed to get an information dari crew yang bertugas. Kayak pas ada bagian rooftop, lagi-lagi gue menemukan gerombolan pohon yang kayaknya tumbuh sangat tinggi, jadi setengah badan di rooftop, setengahnya di bawah gedung.
Gue denger ada pengunjung yang nanya itu ruang apaan sebelum masuk. Si crew ngejawab, "Oh, ini kalau kakak mau lihat bagian atas pohon dari akar yang tadi keliatan dari bawah."
WOIIII๐ญ๐ญ๐ญ Oke kayaknya emang gue yang gak nangkep makna estetiknya. Lanjut..
Terus, gue juga ngeliat ada sebuah ruangan lain yang di mata orang mungkin wah, tapi di mata gue, ini kayak ruangan sekte bejir.
Dia dibentuk emang untuk dilihat sambil melingkar. Di tengahnya ada gundukan tanah merah dan pengunjung bisa MAIN PASIR iseng di situ. Terus, sambil nunggu temen gue yang bikin konten buat kantor, gue iseng ngedatengin kipas angin jumbo di situ karena kepanasan. LAH GUE KELILIPAN DEBU.
Belum hilang rasa 'keterkejutan' gue dari 'permainan pasir dan perkelilipan ini' ini, di pojok ada stand yang isinya makanan tradisional dan dua orang lagi ngeracik kopi.
Gue gak yakin sejujurnya dengan apa yang gue lihat, tapi gue ngerasa laper dan pas mau ambil satu, lah bejir ada angka harganya. Oke, kayaknya ini emang gak gratis, tapi gak dihargai tinggi juga buat pengunjung.
Hal lain yang sukses bikin gue geleng-geleng.. gue datang ke salah satu ruangan yang isinya kayak permen, dibuat menyerupai es krim jilat berwarna kuning dan dijejer sepanjang sudut.
Gue tanya ama crew, "Ini permen?"
Dan dari ekspresinya, dia sudah sangat bersemangat dan bersiap menerangkan gue makna filosofis di balik permen kuning ini.
damn.
Intinya, ini adalah eksperimen seniman tersebut yang mengganti tusuk si permen dengan tembaga atau apapun yang itu dulunya adalah bahan untuk senjata tajam. the end.
๐๐๐๐๐๐๐
Di titik itulah gue menyadari. Oke fiks, kayaknya gue gak suka art. Atau selera art gue gak nyampe yang kayak beginian.
Sebelum gue meninggalkan ruangan itu, gue reflek nanya sambil mau nyentuh, "Boleh dipegang ini, ya?"
Si crew langsung panik dan bilang "EH, KAK, JANGAN GABOLEH!"
You're almost destroyed someone's art this evening, bebe๐
๐๐๐๐๐๐๐
Intinya sepanjang ruangan ke ruangan lain, gue tetap langkahkan kaki gue dengan wajah yang datar banget, mikir keras, dan akhirnya nyerah..
Sementara orang sibuk pada ngefoto, ngambil video, mengamati, atau ngobrol penuh filosofis dengan bahasa masing-masing, gue kadang melipir di pojokan.. mukul-mukul dinding di depan gue. Ngetes apakah dia dari tripleks atau dinding beneran?
Kadang gue nyender aja di dinding beneran, ngamatin ekspresi orang yang beragam, but i knew, they were impressed by the art.
Gue juga hampir ngerusakin selfie moment orang karena dia lagi take foto di sebuah kaca yang di-setting di bawah kaki dan gue lagi ngelongok itu apaan isinya. Di atasnya, ada donat-donat ditempelin. Entahlah, mungkin senimannya terinspirasi dari stalaktit stalakmit gua tapi pengen dibuat seni.
Hingga hampir sampe di penghujung pameran, gue udah kayak yang "Ayo, Dugong, jangan nyerah! Pasti ada yang menarik dong!"
Gue ngeliat ada sebuah ruangan gelap yang diisi ornamen taneman laut digantung ke tiang-tiang.
Oke, menarik nih, pikir gue.
Gue tanya crew-nya di situ. Ini apa?
"Oh ini kayak seolah-olah kita lagi di laut kak. Ini tanemannya tuh kayak taneman dari karang laut."
๐๐๐๐๐๐๐๐๐
Menyerah.
Mungkin, satu-satunya hal yang akhirnya gue nikmati di situ adalah sampel parfum dari lokal brand yang lagi buka stand di akhir exhibition dan ruangan kids-nya yang isinya beragam mainan lucu dan lukisan gemas bocah-bocah.
Oh, ada satu lagi. Di ruangan pameran bocah ini, ada sebuah robot yang dia kayaknya akan jalan pelan mendekati orang yang ada di depannya. Maybe kayak pake sensor gitu.
Gue memutuskan untuk coba. Gue berdiri di depan si robot gede (lebih gede dari badan manusia), dan dia mulai mendekati gue.
"Asyik juga nih, kalau ditabrak robot," pikir gue.
Tapi, dengan jarak 50an meter kurleb, dia tetiba berhenti. Ngerti nggak sih lu, kayak dia jalan, tetiba berhenti dua langkah di depan gue. Terus dia dengan muka robotnya itu, terpaku ngeliat gue. Gue juga terpaku ngeliat dia (lebih tepatnya nunggu dia jalan lagi).
Kami tatap-tatapan udah kayak orang saling jatuh cinta anjir.
Akhirnya, setelah momen yang sungguh awkward ini, gue putuskan pergi dari si robot. Membawa angan tak sampai.... ditabrak robot.
Gue pulang sampe rumah sekitar jam 10 malam kurang (karena again, beda kota). Nyaris ditabrak mobil karena meleng dan capek, terus makan bentar, dan sampe rumah jam 11 malam.
Hari ini gue mau ke opening acara seni lainnya. Lagi-lagi karena dari kantor.
Let see...
0 comments:
Post a Comment